Selasa, 18 Agustus 2009

Kasus Membawa Lari Anak Dibawah Umur

Berdasarkan surat permohonan perlindungan Hukum dan bantuan Advokasi oleh Bpk. Mohammad Hasan kepada LHKI cabang Malang pada tanggal 01 April 2009.

Menurut Mahammad Hasan (ayah korban kronologi peristiwanya adalah :

  1. korban mengenal terdakwa pada pertengahan 2008.
  2. sekitar bulan September, korban dibawa lari dari pondoknya oleh terdakwa dan SANAN ALI, dan dibawa kerumah orang tua terdakwa, korban pulang keesokan harinya setelah dijemput oleh ayah korban.
  3. pada sekitar bulan Januari 2009, korban dibawa lari lagi oleh terdakwa ke rumah saudaranya di Wonokoyo Kec. Kedungkandang.
  4. pada hari kamis, 19 Februari 2009, ketika akan berangkat sekolah korban kembali dibawa lari oleh terdakwa dan kemudian ayah korban melapor ke polsek Kedungkandang.
  5. selama 1 minggu korban tidak pulang, padahal ayah korban telah mencariny ke pujon, balaikambang, sendangbiru, pagelaran dan bahkan telah meminta bantuan beberapa kyai (kyai Amir di Sidoarjo)
  6. kemudian teman sulistyono yang bernama UDIN memberitahu bahwa korban berada dirumah terdakwa, dan kemudian terdakwa dilaporkan ke Polres Kepanjen.
  7. keesokan harinya terdakwa ditangkap oleh polisi Polres Kepanjen dan korban kembali pulang kerumah.
  8. setelah dirumah korban mengaku telah disetubuhi oleh terdakwa karena diancam.
    Atas kasus ini kemudian Muhammad Hasan selaku ayah korban memberikan kuasanya kepada LHKI dalam surat kuasa yang dibuat pada tanggal 30 maret 2009 di Kota Malang untuk menangani kasus ini.

Berkaitan dengan kasus ini LHKI Cabang Malang dalam suratnya nomor 10/LHKI-Mlg/Srt-tun/IV/2009 yang ditujukan kepada majelis hakim perkara dan Penuntut Umum perkara ini di Kepanjen, meminta agar terdakwa di hukum yang seberat-beratnya (maksimal) karena banyaknya peristiwa yang menjadikan perempuan sebagai obyek perbuatan pidana, pencabulan, pemerkosaan (khusunya yang masih dibawah umur) saat ini di masyarakat, salah satu penyebabnya adalah kurang beratnya vonis yang dijatuhkan oleh hakim.

Kasus Penipuan Yang Dilakukan Oleh Tomy Priyanto terhadap Syi Thursina Harefa SE., AK.

Berdasarkan surat kuasa khusus yang diberikan oleh Syi Thursina Harefa SE., AK. Kepada LHKI. 

Dalam kasus ini LHKI memberikan perlindungan hukum terhadap korban penipuan dimana, Tersangka, Tomy Priyanto yang merupakan kekasih dari korban, yakni Syi Thursina Harefa SE., AK menjanjikan bahwa akan menikahi korban. Sehingga korban mau melakukan apa yang diminta oleh tersangka termasuk diajak berhubungan badan hingga mempunyai anak, dan dalam masa pacaran tersebut, tersangka sering pula meminta uang kepada korban untuk memenuhi kebutuhan pribadinya maupun dengan alasan untuk modal mencari barang (bunga), adapun kronoligis peristiwanya adalah:

  • Pelapor pertama kali mengenal tersangka awal tahun 2006 sebagai rekan bisnis anggrek, pada bulan April 2006, pelapor dan tersangka bertemu kembali untuk yang kedua kalinya dengan tersangka. Setelah pelapor kembali ke Bali, tersangka selalu meminta transfer uang untuk mencari barang (Bunga-bunga), sedangkan tersangka hanya mengirim bunga 1x setelah beberapa kali ditransfer sejak bulan oktober 2006.
  • Pada saat pelapor berada di Malang, tersangka mengajak pelapor untuk berjalan-jalan melihat-lihat kebun anggrek. Sepulang dari jalan-jalan, nginap di rumah tersangka dan beberapa kali mengajak menginap di Hotel dan wisma.
  • Keesokan harinya, tersangka kembali mengajak pelapor untuk menginap di kontrakannya di Perum Bumi Mas Indah S-12 Ledong Wagir, dsitu pertama kalinya tersangka mengajak pelapor tidur bersama (melakukan hubungan seks) dengan menjanjikan hidup bersama (menikahi pelapor)
  • Kakak tersangka, yang bernama Andi pernah mengancam dan mengacak-acak stand pelapor yang dibali. Selain itu, Tri (kakak tersangka yang lainnya) memukul dan mencakar-cakar pelapor dirumahnya. Kemudian disaat pelapor mau bunuh diri malah dipukul-pukul oleh Tri.
  • Uang tunai Rp. 5.000.000,- dipinjam untuk diputar pada bisnis anggrek di Marphosis dengan janji untuk biaya nikah dan pada akhirnya tidak ada kepastian.
  • Pelapor telah mengeluarkan uang untuk anggrek (dibayar dalam bentuk barang) dengantotal jumlah Rp. 7.115.000,- dan untuk kepentingan Tersangka sebesar Rp. 2.300.000,- 

Kasus Karyawan Room Boy Hotel Montana Dua (kasus ketenaga-kerjaan dimana tidak diberikannya pesangon sebagaimana yang telah diatur dalam UU ketenagake

Berdasarkan surat kuasa khusus yang diberikan oleh M. Hadi Susanto kepada LHKI untuk meminta bantuan perlindungan hukum, M. Hadi Susanto telah bekerja di Hotel Montana Dua selama 9 tahun yakni sejak tahun 1998 s/d 2007 sebagai karyawan/ pegawai tetap. Dimana dengan alasan kondisi kerja yang sudah tidak kondusif dan hubungan kerja yang sudah tidak harmonis menjadikan M. Hadi Susanto mendapatkan beberapa kali teguran/ peringatan sampai akhirnya diputuskan hubungan kerjanya.

Telah diadakan perundingan bipatride antara Pimpinan Hotel sebagai pihak pertama dengan Pelapor sebagai pihak kedua, dimana pihak ke 1 bersedia memberikan kompensasi berupa uang sebesar Rp 1.300.000,- (satu juta tiga ratus ribu rupiah) kepada [ihak kedua atas berakhirnya hubungan kerja seperti dimaksud. Kemudian pihak ke II meminta agar pihak ke I memberikan pesangon sebesar sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku yakni UU Tenaga Kerja No 13 Tahun 2003, dan meminta selama menunggu proses keputisan agar pihak ke I sesuai ketentuan/ peraturan yang berlaku membayarkan hak upah kepada pihak ke II. Dimana, kedua belah pihak sepakat apabila tetap tidak tercapai penyelesaian lewat jalur bipatride, maka permasalahan ini akan diserahkan keputusannya kepada instansi berwenang ( Dinas Tenaga Kerja Kota Malang, Pengadilan hubungan industrial dan seterusnya). Pihak I dan II sepakat untuk mengakhiri hubungan kerja antara kedua belah pihak ini terhitung mulai tanggal 04 Oktober 2007 dan seterusnya. Sejak itu pihak ke II telah tidak bekerja lagi di Hotel Montana Dua dan telah tidak menerima upah sebagaimana biasanya walaupun belum ada putusan PHK yang sah dari instansi yang berwenang karena pihak kedua masih belum sepakat dan belum menerima pesangon dengan jumlah Total Rp. 36.994.027,-.

Selain kasus ketenagakerjaan dan perburuhan diatas, LHKI juga pernah pula menangani kasus buruh sawati yang tidak pula mendapatkan pesangon

Keganjilan Hukum dalam Putusan No 549/Pid.B/2005 dalam kasus Ny. Ambar Pawatri, SH. dan dugaan tindak pidana pemerasan dan korupsi (gratifikasi).

18 Juni 2007
Berdasarkan Surat Tuntutan LHKI No 24/Srt/Tntn/LHKI/VI/2007
Yang ditujukan kepada :
1. Presiden RI di Jakarta.
2. Ketua Komisi Yudisial RI di Jakarta.
3. Ketua Mahkamah Agung Ri di Jakarta.
4. Ketua KPK di Jakarta.
5. Ketua Pengadilan Tinggi Jatim di Surabaya.
6. Ketua Pengadilan Negeri Sidoarjo.
7. Ketua Pengadilan Negeri Malang.

Ny Ambar Pawatri, SH. Merupakan salah satu korban sekaligus saksi mahkota yang didampingi oleh LHKI yang melaporkan Ny. Chandra Meirawati, serta dua orang anaknya yakni Roy Rafidianta dan chatalina pemilik Hero Sakti Motor dealer Suzuki terbesar di Jawa Timur yang sering mendeklarasikan dirinya sebagai orang yang kebal hukum, korban telah melaporkan ketiga orang diatas di Polda dan Polwil Malang. Ny Ambar Pawatri, SH. Sendiri adalah salah satu notaries di Malang yang juga menjadi terdakwa dalam kasus pemalsuan surat otentik dan sebenarnya juga korban dari Ny. Chandar Meirawati, serta Roy Rafidianta dan chatalina.

Para hakim dalam proses persidangan Ny Ambar Pawitri adalah Rr. Budiarti Setyowati, SH. (ketua Majelis) P.H. Hutabarat, SH. M.Hum dan Ny. Wehdayati, SH (masing-masing Hakim Anggota). Dalam proses persidangan a quo terdapat banyak keganjilan hukum dalam putusan No 549/Pid.B/2005, pelanggaran kode etik hakim serta dugaan tindak pidana pemerasan dan korupsi (gratifikasi) yang dilakukan oleh para Hakim a quo.

Ketua Majelis dalam perkara a quo Rr. Budiarti Setyowati, SH. Pernah melakukan kontak dengan terdakwa via SMS yang jelas-jelas dalam print out sms tersebut, Rr. Budiarti Setyowati, SH meminta sejumlah dana yang berkaitan dengan proses persidangan kasus a quo kepada terdakwa yang saat itu posisi terdakwa adalah tahanan kota.

Dari hasil print out sms tersebut jelas sekali bahwa pelanggaran kode etik serta dugaan Tindak pidana pemerasan dan tindak pidana korupsi (gratifikasi) dilakukan oleh Rr. Budiarti Setyowati, SS selaku ketua majelis dalam perkara a quo. Bahwa menurut pengakuan terdakwa Ny. Ambar Pawitri, SH setelah terdakwa diperas oleh Rr. Budiarti Styowati, SH selaku Ketua Majelis, maka dengan terpaksa terdakwa menyerahkan dana a quo, terdakwa tetap diputus selama 3 (tiga) tahun penjara.

Berdasarkan hal tersebut, LHKI menuntut agar :

  1. Komisi Pemberantasan Korupsi RI melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi (gratifikasi) yang dilakukan Rr. Budiarti Styowati, SH selaku Ketua Majelis dalam perkara a quo.
  2. Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI memberikan sanksi administrasi berupa pemecatan terhadap Rr. Budiarti Setyowati, SH selaku Ketua Majelis Hakim dalam perkara aquo atas pelanggaran kode etik hakim serta dugaan tindak pidana pemerasan dan tindak pidana korupsi a quo.

Kasus Bank Gelap Oleh Oknum Yang Memberikan Pinjaman Dengan Bunga 4.5% Setiap Bulan. (dapat dikategorikan Bank Gelap/rentenir karena bertentangan deng

Berdasarkan Surat Tuntutan LHKI No 22/S.TUN/VI/2007 dan No 23/S.TUN/VI/2007

Yang ditujukan kepada :
1. Presiden RI di Jakarta.
2. Kepala Kepolisian RI di Jakarta.
3. Kepala Barreskrim Mabes Polri di Jakarta.
4. Kepala Propam Mabes Polri di Jakarta.
5. Kepala Komisi Kepolisian RI di Jakarta
6. Kepala Kepolisian Daerah Jatim di Surabaya.
7. Kepala Dirreskrim Polda Jatim di Surabaya.
8. Kadiv Propam Polda Jatim di Surabaya.
9. Kepala Kepolisian Wilayah Malang di Malang.
10. Kepala Kepolisian Resort Kota Malang.

Sesuai dengan permohonan perlindungan hukum dari beberapa korban pencari keadilan kepada LHKI , sebagai salah satu lembaga yang melakukan advokasi dan pendampingan terhadap para korban pencari keadilan selama ini terus komitmen mendampingi mereka, dimana salah satu aktivitas LHKI adalah melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap lembaga peradilan baik kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan

Salah satu korban diatas, yakni Ny Ambar Pawatri SH yang bersengketa dengan Cathalina. Korban telah melaporkan terlapor/tersangka di Polda Jatim dan Polwil Malang karena kejahatan yang telah dilakukannya, beberapa laporan polisi korban yakni :

  1. No Polisi : LP/170/III/2005/Biro Ops Polda Jatim, tertanggal 31 maret 2005, tentang tindak pidana memberikan keterangan palsu kepada pejabat yang dituangkan dalam suatu akta otentik yang kebenarannya seolah-olah sesuai dengan sebenarnya dan atau penggelapan yang diduga dilakukan oleh tersangka, sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 jo 378 jo 372 KUHP.
  2. No Polisi LP/0538/IX/2005/Biro Ops Polda Jatim, tanggal 17 September 2005, dengan laporan penipuan, penggelapan, memberikan keterangan palsu dalam akta otentik sebagaimana diatur dalam pasal 378, 372, 266 KUHP.
  3. No Polisi LP/308/XII/2005/Polwil Malang tanggal 5 Desember 2005 dengan laporan tindak pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana diatur dalam pasal 378 dan 372 KUHP.

Modus operandi kejahatan yang dilakukan oleh terlapor atau tersangka adalah dengan memberikan hutang kepada korban dengan jaminan asset tanah dan rumah, namun tidak diikat dengan akta perjanjian hutang piutang, tetapi justru diikat dengan akta perjanjian jual beli yang dibuat secara otentik/notaries dengan alasan hanya formalitas semata, sehingga walaupun korban telah melunasi nilai hutang ataupun masih dalam proses mencicilnya, terlapor/tersangka tidak mau mengembalikan asset-aset tersebut diatas, namun justru membaliknamakan atau menjualnya kepada orang lain.

Terhadap hutang tersebut tersangka juga menetapkan bunga yang sangat tinggi yakni 4 sampai 15 persen, sehingga kedua pelaku telah mempraktekkan kegiatan rentenir/bank gelap. Tindakan tersangka yang mempraktekkan Bank gelap/ rentenir, penipuan sesuai pasal 378 KUHP, penggelapan sesuai pasal 372 KUHP, Menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam surat pembuktian resmi (Akta) sebagaimana diatur dalam pasal 266 KUHP, pengrusakan terhadap 28 unit rumah sehingga rata dengan tanah yang dilakukan oleh tersangka sebagaimana diatur pasal 406 ayat (1) dan (2) Jo Pasal 170 ayat (1) dan (2). Tindakan tersangka yang menjual barang jaminan dengan menetapkan harga jual yang ditetapkan sendiri secara sepihak olehnya yakni jauh dibawah dari harga yang sebenarnyadengan tujuan/ kesengajaan untuk menghindari/ mengesampingkan pembayaran pajak yang seharusnya dibayarkan kepada Negara jelas merupakan tindak pidana korupsi yakni memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian Negara. Hal ini me;anggar pasal 2 UU No 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang diubah dengan UU No 20/2001

Kasus Korupsi 2,1 M DPRD Kota Malang

Berdasarkan Surat LHKI No 03/S.Tun/:HKI/V/2007 mengenai Penggelapan Berkas Perkara Kasasi Dengan Tidak Mengirimkannya Ke- MA RI, LHKI, sebagai lembaga yang bertujuan untuk dapat mewujudkan terciptanya supremasi hukum serta pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, sesuai dengan amanat UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta memberi ruang yang luas bagi Masyarakat untuk turut berperan upaya pemberantasan Korupsi (pasal 41 UU No 1 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 tahun 2001). Dimana, dalam kasus Korupsi Anggota DPRD Kota Malang periode 1999-2004 yang dikenal dengan kasus 2,1 M yang menyeret mantan ketua DPRD Kota Malang Sdr Sri Rahayu dan tiga orang wakilnya (namun perkara displit), ternyata sejak proses penyelidikan dan penyidikan saja telah memakan waktu yang sangat panjang (lebih kurang 3 tahun), setelah didemo dan didesak oleh beberapa elemen mahasiswa dan masyarakat. Akhirnya kasus ini yang modus operandinya dengan cara me-Mark Up dan duplikasi anggaran perjalanan misalnya anggaran dana perjalanan dinas, serta pembuatan anggaran fiktif, misalnya program asuransi dan dana Imtaq, dengan terdakwa/Sdri. Sri Rahayu disidangkan di PN Malang, akhirnya ia hanya dijatuhi Pidana 1,5 tahun dan tidak dinyatakan langsung masuk penjara, tentu saja terdakwa serta merta menyatakan banding.
Ironisnya pengadilan Tinggi Jatim yang mempunyai kewenangan mengadakan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Pengadilan Tingkat Pertama/dibawahnya (Kep MA No 96/2006) pada tanggal 1 Mei 2005 lewat putusannya No 26/PID/2006/PT. SBY telah MEMBEBASKAN terdakwa/Sdri. Sri Rahayu dari segala tuntutan hukum

Lewat Tim JPU Sufari, SH. Telah diajukan Kasasi Pada tanggal 10 Juli 2005, namun dalam tenggang waktu 14 hari sesuai yang diatur dalam KUHAP pasal 248 (1), JPU seharusnya sudah menyampaikan memori kasasi. Ternyata sampai batas waktu tersebut berakhir, yakni tgl 24 Juli 2005 JPU tidak juga mengajukan memori kasasi melalui Pengadilan Negeri Kota Malang (hanya mengelabui Public).

Atas kejanggalan yang dilakukan JPU tersebut, LHKI memohon kepada Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya untuk mengadakan pengawasan/pemeriksaan kembali, sebagaimana menyusuli surat keberatan LHKI yang sudah pernah disampaikan kepada Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung RI (pada tanggal 23 Januari 2007) untuk mengetahui apakah benar telah diajukan kasasi dan menyerahkan memori kasasi ke PN Kota Malang, dan apakah PN Kota malang sudah pula mengirimkan berkas-berkas kasasi tersebut kepada MA RI sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tetapi sampai surat ini diajukan, hal tersebut tidak pernah ada kabar beritanya, sehingga LHKI meminta kepada Ketua Pengadilan Tinggi unntuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan serta tindakan terhadap oknum-oknum yang dimaksud.

Kelanjutan Dugaan Kasus Korupsi Kut Ppm Yang Oleh Penyidik, Tidak Segera Diselesaikan.

Berdasarkan surat permohonan LHKI (cabang Surabaya) No 6/P/V/2007 untuk segera menyelesaikan penyidikan perkara korupsi KUT kepada 
1. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di Surabaya.
2. Jaksa Agung di Jakarta.

Pada tanggal 14 Februari 2005 LHKI telah melaporkan dugaan korupsi uang kredit Usaha Tani (KUT) untuk Tahun Penyediaan (TP) 1998/1999 yang dilakukan para pengurus LSM PPM di Jawa Timur yang merugikan negara sekitar Rp 30 M

Sebelumnya upaya pemberantasan korupsi KUT telah dilakukan di daerah-daerah Jawa Timur, dan yang dilaporkan adalah perbuatan dapur, otak dan Dedengkot Koruptor KUT di Jawa Timur yang dilakukan berpusat di Jl. Menanggal Utara 30 Surabaya yang waktu itu juga diotaki oleh orang bernama Ali Mustofa Trajustina. Artinya pemberantan kasus korupsi KUT belumlah tuntas, bahkan ada pelarian-pelarian yang membawa uang Negara miliaran rupiah di malang dan Madiun yang seolah-olah dibiarkan begitu saja oleh penegak hukum.

Penanganan kasus Korupsi KUT sejak dulu memang berbau konspiratif; korupsi diberantas dengan cara korupsi (suap-menyuap, sebagaimana menurut catatan administrative pengurus LSM PPM jawa timur)


Kasus yang dilaporkan ini telah lebih dari 2 (dua) tahun kerasan di kejaksaan tinggi Jawa Timur, terlewati oleh kasus-kasus korupsi APBD darah-daerah, karena memang kasus korupsi KUT ini kurang diminati pers (publikasi) sehingga rawan diterlantarkan.

Berdasarkan hal-hal diatas, LHKI memohon kepada kejaksaan untuk :

  1. segera menyelesaikan penyidikan kasus tersebut dan melimpahkannya ke Pengadilan;
  2. atau jika memang kejaksaan tidak berminat menangani kasus tersebut, atau dianggap mengganggu kesibukan para jaksa – seperti komentar jaksa-jaksa yang menanganunya – maka mohon segera untuk diserahkan kepada komisi pemberantasan korupsi (KPK)